Membangun, intinya
adalah mengembangkan peradaban. Tantangan dalam peradaban Indonesia ke depan adalah merancang
dan merekayasa masyarakat yang beragam
dan ber-Bhineka Tunggal Ika supaya bisa mencapai adil dan makmur secara
bersamaan. Bukan kemakmuran segelintir orang apalagi kemakmuran orang atas
beban penderitaan rakyat kebanyakan. Membangun adalah membuat bangsa dan negara
Indonesia dapat sederajat dengan bangsa-bangsa lain melalui kompetisi antar
bangsa yang adil. Tulisan ini mencoba mengajak berpikir bersama untuk ikut
andil memberi sumbangan lahirnya model rancangan peradaban dalam rangka menuju suatu
tatanan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Mengutip
pendapat Covey (2005), bahwa dalam konteks sejarah ada lima tahap zaman
peradaban manusia: pertama, zaman
berburu dan mengumpulkan pangan; kedua,
zaman pertanian; ketiga, zaman
industri; keempat, zaman informasi-
pengetahuan; dan kelima zaman
kebijaksanaan. Peradaban manusia mulai dari zaman berburu dengan peralatan sederhana,
karena hal itulah yang baru mereka ketahui tentang peradaban pada saat itu. Peradaban
mulai berubah sejak ada “orang” disebut “petani” yang membawa metode untuk
menghasilkan makanan dengan bercocok tanam, mulai dari mengolah tanah, menebar
benih dan akhirnya panen bahan pangan. Sebagai
petani, mereka bisa menghasilkan limapuluh kali lebih banyak dari para pemburu.
Begitu
produktifnya petani pada waktu itu, sehingga banyak menarik minat masyarakat untuk bertani. Persis seperti
itulah yang terjadi pada nenek moyang kita. Mudah dibayangkan sejak itu terjadi
penurunan jumlah pemburu dan pengumpul makanan hingga 90 persen, sampai
akhirnya para pemburu kehilangan pekerjaan. Beberapa generasi berlalu dan
tibalah zaman industri ditandai dengan upaya yang mengarah pada spesialisasi,
delegasi dan kemampuan untuk memperbesar skala usaha. Proses ini menghasilkan
tingkat efisiensi yang sangat tinggi. Produktivitas meningkat limapuluh kali
lipat dibanding sistem pertanian keluarga. Sejalan dengan itu, 90 persen petani
kehilangan pekerjaan mereka. Bahkan kini di Amerika, Jepang dan sebagian besar
negara-negara di Eropa, petani yang menghasilkan sebagian besar makanan dan
bahan pangan primer (on farm) hanya tinggal
tiga persen saja.
Bagaimanakah
transformasi peradaban dari zaman pertanian, industri ke zaman pekerja informasi
dan pengetahuan ? Apakah Indonesia mengalami kejadian seperti itu juga ? Melihat tahapan awal
perubahan peradaban yang sedang terjadi, banyak pendapat meyakinkan bahwa memang seperti itulah adanya.
Peningkatan yang dihasilkan zaman pekerja informasi dan pengetahuan adalah
limapuluh kali sampai 10 ribu kali lipat dibandingkan zaman pemburu hasil alam.
Kerja pengetahuan (knowledge work) mendongkrak
semua investasi lain yang sudah dilakukan individu, keluarga dan organisasi
termasuk suatu pemerintahan. Pada kenyataannya, para pekerja pengetahuan adalah
penghubung ke semua investasi lain yang dilakukan melalui institusinya. Mereka
memberi fokus, kreativitas dan pendongkrak (leverage) manfaat semua investasi itu agar dapat lebih
baik, memberi nilai tambah dan mencapai berbagai sasaran. Inilah tantangan
peradaban manusia yang akan datang, termasuk bagi Indonesia. Apa yang harus kita lakukan
untuk menghadapi tantangan ini ? Apa yang harus dipersiapkan; apa yang harus
kita kerjakan? apa yang harus kita korbankan dan apa yang harus dibayar untuk menjadi
pemain di zaman baru ini ?
Kita ingin semuanya
bisa ikut punya andil membangun kemakmuran keluarga, masyarakat dan bangsanya. Orang
yang mengatas namakan peradaban namun hanya memakmurkan dirinya, keluarganya
dan kelompoknya tapi merugikan pihak
lain adalah ketidak beradaban. Oleh karena itu dalam rangka membangun peradaban
dunia yang didambakan jangan hanya sekadar menang dalam berkompetisi jangka
pendek. Jangan hanya mencapai
kemenangan dengan cara saling
menghancurkan pihak lain, namun bagaimana mengikuti kompetisi menuju kebaikan dan kemajuan
sehingga semua mitra yang ikut dalam
persaingan akan saling menghormati karena mendapat manfaat. Prinsip belajar
untuk kebajikan, prinsip menang-menang dan akrab-selaras dengan lingkungan harus
jadi dasar peri kehidupan mendatang. Berkelanjutan dalam keserasian harus menjadi
landasan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Post a Comment