Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Home » » Enterpreneur Agribisnis

Enterpreneur Agribisnis

Written By trihanifa on Saturday 13 July 2013 | 9:05 pm


Membangun, intinya adalah mengembangkan peradaban. Tantangan dalam  peradaban Indonesia ke depan adalah merancang dan merekayasa  masyarakat yang beragam dan ber-Bhineka Tunggal Ika supaya bisa mencapai adil dan makmur secara bersamaan. Bukan kemakmuran segelintir orang apalagi kemakmuran orang atas beban penderitaan rakyat kebanyakan. Membangun adalah membuat bangsa dan negara Indonesia dapat sederajat dengan bangsa-bangsa lain melalui kompetisi antar bangsa yang adil. Tulisan ini mencoba mengajak berpikir bersama untuk ikut andil memberi sumbangan lahirnya model rancangan peradaban dalam rangka menuju suatu tatanan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.  
Mengutip pendapat Covey (2005), bahwa dalam konteks sejarah ada lima tahap zaman peradaban manusia: pertama, zaman berburu dan mengumpulkan pangan; kedua, zaman pertanian; ketiga, zaman industri; keempat, zaman informasi- pengetahuan; dan kelima zaman kebijaksanaan. Peradaban manusia mulai dari zaman berburu dengan peralatan sederhana, karena hal itulah yang baru mereka ketahui tentang peradaban pada saat itu. Peradaban mulai berubah sejak ada “orang” disebut “petani” yang membawa metode untuk menghasilkan makanan dengan bercocok tanam, mulai dari mengolah tanah, menebar benih dan akhirnya panen bahan pangan.  Sebagai petani, mereka bisa menghasilkan limapuluh kali lebih banyak dari para pemburu.

Begitu produktifnya petani pada waktu itu, sehingga banyak menarik minat  masyarakat untuk bertani. Persis seperti itulah yang terjadi pada nenek moyang kita. Mudah dibayangkan sejak itu terjadi penurunan jumlah pemburu dan pengumpul makanan hingga 90 persen, sampai akhirnya para pemburu kehilangan pekerjaan. Beberapa generasi berlalu dan tibalah zaman industri ditandai dengan upaya yang mengarah pada spesialisasi, delegasi dan kemampuan untuk memperbesar skala usaha. Proses ini menghasilkan tingkat efisiensi yang sangat tinggi. Produktivitas meningkat limapuluh kali lipat dibanding sistem pertanian keluarga. Sejalan dengan itu, 90 persen petani kehilangan pekerjaan mereka. Bahkan kini di Amerika, Jepang dan sebagian besar negara-negara di Eropa, petani yang menghasilkan sebagian besar makanan dan bahan pangan primer (on farm) hanya tinggal tiga persen saja.

Bagaimanakah transformasi peradaban dari zaman pertanian, industri ke zaman pekerja informasi dan pengetahuan ? Apakah Indonesia mengalami kejadian  seperti itu juga ? Melihat tahapan awal perubahan peradaban yang sedang terjadi, banyak pendapat  meyakinkan bahwa memang seperti itulah adanya. Peningkatan yang dihasilkan zaman pekerja informasi dan pengetahuan adalah limapuluh kali sampai 10 ribu kali lipat dibandingkan zaman pemburu hasil alam. Kerja pengetahuan (knowledge work) mendongkrak semua investasi lain yang sudah dilakukan individu, keluarga dan organisasi termasuk suatu pemerintahan. Pada kenyataannya, para pekerja pengetahuan adalah penghubung ke semua investasi lain yang dilakukan melalui institusinya. Mereka memberi fokus, kreativitas dan pendongkrak (leverage)  manfaat semua investasi itu agar dapat lebih baik, memberi nilai tambah dan mencapai berbagai sasaran. Inilah tantangan peradaban manusia yang akan datang,  termasuk  bagi Indonesia. Apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi tantangan ini ? Apa yang harus dipersiapkan; apa yang harus kita kerjakan? apa yang harus kita korbankan dan apa yang harus dibayar untuk menjadi pemain di zaman baru ini ?


Kita ingin semuanya bisa ikut punya andil membangun kemakmuran keluarga, masyarakat dan bangsanya. Orang yang mengatas namakan peradaban namun hanya memakmurkan dirinya, keluarganya dan kelompoknya  tapi merugikan pihak lain adalah ketidak beradaban. Oleh karena itu dalam rangka membangun peradaban dunia yang didambakan jangan hanya sekadar menang dalam berkompetisi jangka pendek.  Jangan hanya mencapai kemenangan  dengan cara saling menghancurkan pihak lain, namun bagaimana mengikuti  kompetisi menuju kebaikan dan kemajuan sehingga semua  mitra yang ikut dalam persaingan akan saling menghormati karena mendapat manfaat. Prinsip belajar untuk kebajikan, prinsip menang-menang dan akrab-selaras dengan lingkungan harus jadi dasar peri kehidupan mendatang. Berkelanjutan dalam keserasian harus menjadi landasan kemanusiaan yang adil dan beradab. 
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Agribisnis Indonesia - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger