Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Latest Post

Agriekonomika

Written By trihanifa on Friday, 22 November 2019 | 9:53 pm

Download full artikel PDF

Pengenalan Sistem Agribisnis

Written By Agribisnis Indonesia on Friday, 15 November 2013 | 8:09 am

Bahan pangan dan sandang merupakan kebutuhan sehari-hari bagi setiap orang. Keberadaannya tentu tidak bisa digantikan oleh jenis barang lainnya. Hal ini menjadikan usaha pemenuhannya menjadi sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Bayangkan jika suatu negara mengalami defisit bahan pangan, maka hal ini akan berdampak terhadap keseluruhan perekonomian negara karena harus mengimpor banyak bahan pangan dari negara lain. Meskipun akan lain ceritanya jika kemampuan ekspor dan impor negara tersebut seimbang (balance). Namun tetap saja defisit bahan pangan dan sandang akan menjadi bencana yang mengerikan bagi sebuah negara. 

Pemenuhan ketahanan pangan suatu negara sangat ditunjang oleh kemampuan negara tersebut dalam mengelola sektor agribisnis. Downey dan Erickson mengatakan bahwa agribisnis meliputi seluruh sektor dari mulai bahan masukan (input) usahatani, terlibat dalam produski, dan pada akhirnya menangani pemrosesan, penyebaran, dan penjualan produk pertanian kepada konsumen akhir. Sedangkan sistem agribisnis itu sendiri bermakna pertanian yang luas, meliputi sektor pertanian itu sendiri, peternakan, perikanan, perkebunan, kehutanan, perkebunan, agroindustri hulu dan hilir, serta pemasaran dan sarana penunjangnya. 

Sistem agribisnis merupakan totalitas atau kesatuan kinerja agribisnis yang terdiri dari subsistem agribisnis hulu yang berupa kegiatan ekonomi input prosuki, informasi dan teknologi, subsistem usaha tani, yaitu kegiatan produksi pertanian primer tanaman dan hewan, subsistem agribisnis pengolahan, subsistem pemasaran, dan subsistem penunjang, yaitu dukungan sarana dan prasarana serta lingkungan yang kondusif bagi pengembangan agribisnis.

Menurut Ali Muasa Pasaribu (2012), pengembangan agribisnis mencakup lima subsistem. Petama, subsistem agribisnis hulu (up-stream agribisnis), yakni industri-industri yang menghasilkan barang-barang modal bagi pertanian (arti luas) yakni industri perbenihan/pembibitan tanaman dan hewan, industri agrokimia (pupuk, pestisida, obat/vaksin ternak) dan industri agrootomotif (mesin dan peralatan pertanian) serta industri pendukungnya. 

Kedua, subsistem usaha tani (on farm agribisnis), yakni kegiatan yang menggunakan barang-barang modal dan sumber daya alam untuk menghasilkan komoditas pertanian primer (agroindustri) menjadi produk olahan baik produk antara (intermedie product) maupun produk akhir (finish product). Termasuk di dalamnya industri barang-barang serat alam (barang-barang karet, plywood, pulp, kertas, bahan-bahan bangunan terbuat kayu, rayon, benang (dari kapan), kulit, tali industri biofarmaka, dan industri agrowisata dan estetika.

Keempat subsistem pemasaran, yakni kegiatan-kegiatan untuk memperlancar pemasaran komoditas pertanian, baik segar maupun olahan di dalam dan luar negeri. Termasuk di dalamnya adalah komoditas dari sentra produksi ke sentra konsumsi promosi, informasi pasar, serta intelegen pasar. 

Kelima, susbsistem jasa yang menyediakan jasa bagi subsistem agribisnis hulu, subsistem usaha tani, dan subsistem agribisnis hilir. Yang termasuk di dalam subsistem ini adalah penelitian dan pengembangan, perkreditan dan asuransi, transportasi, pendidikan, pelatihan dan penyuluhan, sistem informasi dan dukungan kebijaksanaan pemerintah (mikro ekonomi, tata ruang, dan makro ekonomi). 

Dari uraian tersbeut terlihat bahwa setiap sektor perekonomian dewasa ini sangat dipengaruhi oleh sektor pertanian (dalam arti luas). Walaupun jumlah usaha tani dewasa ini semakin berkurang, namun sangat penting untuk meningkatkan produksi usaha tani sebab sektor ini akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian secara keseluruhan. Di Amerika Serikat, sektor pertanian menunjukkan produktivitas yang tinggi dalam kegiatan ekonomis AS, hal ini disebabkan karena pertanian terus menerus menyerap teknologi baru dalam bentuk mesin dan peralatan serta bibit varietas, semuanya mampu memperbesar kapasitas produksi sektor tersebut. Kasus di AS ini menujukkan bahwa pengusaha tani sendiri saja tidak akan mampu memenuhi kebutuhan usahanya jika tidak ditunjang oleh usaha lain. Petani membutuhkan kerjasama dengan ribuan pengusaha pada semua subsistem usaha di atas. Lemahnya satu subsistem di suatu negara tentu saja akan menyebabkan ketidakseimbangan usaha pertanian di negara tersebut dan kebutuhannya harus dipenuhi dari impor. Faktor ini bisa jadi menjadi salah satu penyebab mengapa Indonesia banyak melakukan impor bahan pangan dewasa ini? Mari kita analisis bersama-sama.


Referensi:
Ali Musa Pasaribu. 2012. Kewirausahaan Berbasis Agribisnis. Andi: Yogyakarta.
W. David Downey dan Steven Erickson. 1987. Agribusiness Management Second Edition, McGraw Hill, Inc.

Evaluasi Kebijakan Pertanian Indonesia 2013

Written By trihanifa on Monday, 4 November 2013 | 5:21 pm


Indonesia adalah negara terpadat ke-4 di dunia dan produsen terbesar ke-10 dalam bidang pertanian. Lahan pertanian dalam negara ini langka: sepertiga dari angka rata-rata dunia kalau diukur secara per kapita, tetapi relatif kaya dalam sumber air. Kontribusi sektor pertanian kepada PDB Indonesia hampir tidak berubah dari  15-16% sejak pertengahan tahun 1990-an, namun pangsanya dalam total serapan tenaga kerja, dalam periode yang sama turun dari 56% menjadi 36%. Di mana produksi tanaman pangan dihasilkan oleh petani-petani kecil, pertanian-pertanian komersial yang besar berfokus pada tumbuhan yang tetap hijau, khususnya kelapa sawit. Bagian kelapa sawit dan karet merupakan kira-kira 60% dari total ekspor agrobisnis pangan dan memberi kontribusi yang signifikan kepada surplus perdagangan agrobisnis pangan Indonesia. Indonesia telah mencapai kemajuan yang signifikan dalam pengentasan kemiskinan, namun 13% dari jumlah penduduk masih tetap hidup di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan secara nasional dan sekitar setengah dari penduduk masih hidup dari kurang dari USD 2 PPP / orang / hari. Sumber daya alam dan lingkungan hidup  sangat tertekan, yang untuk sebagian disebabkan karena perluasan lahan pertanian menyebabkan penggundulan hutan dan erosi tanah dalam skala besar. 

Mencapai swasembada dalam produksi makanan pokok pilihan adalah pendekatan utama pemerintah untuk menjamin pasokan pangan. Target swasembada yang harus dicapai pada tahun 2014 ditetapkan untuk beras, gula, kedelai, jagung dan daging sapi. Pemerintah ingin memastikan bahwa harga pangan terjangkau oleh konsumen dan agar pasokan didistribusikan di seluruh kawasan nusantara. Terkait erat dengan  hal  ini adalah tujuan untuk diversifikasi produksi dan konsumsi, meninggalkan  karbohidrat (beras dan gandum) menuju  produk hewani, buah-buahan dan sayuran, terutama  umbi-umbian. Tujuan lain adalah untuk meningkatkan tingkat daya saing untuk produksi pertanian dan pengolahan yang bernilai plus, dan untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui pendapatan yang lebih tinggi sebagai cara untuk mengurangi tingkat kemiskinan di daerah pedesaan (OECD, 2012).  

Langkah-langkah kebijakan domestik meliputi penerapan harga pembelian minimum untuk beras dan gula, alokasi anggaran yang substansial untuk  input, dan kompensasi untuk penyediaan jasa bidang pertanian umumnya, dan  secara khusus untuk irigasi, penelitian dan pengembangan,  pemasaran dan promosi. Berbagai subsidi  input  untuk pupuk, benih dan kredit dipakai  untuk mendukung para produsen pertanian. Pada gilirannya, RASKIN, suatu program dengan  target "beras untuk  kaum miskin" didasarkan pada distribusi beras dengan harga murah untuk menunjang konsumen miskin, termasuk penduduk daerah pedesaan yang memberi pemerintah fleksibilitas untuk memperbolehkan kenaikan yang konsisten untuk para produsen beras, yang lalu dibebankan pada pengeluaran  anggaran  untuk pembiayaannya. BULOG (Badan Logistik Nasional Indonesia), suatu badan publik,  wajib membeli beras dengan harga minimum yang  dijamin  oleh pemerintah, untuk menstabilkan harga beras domestik  melalui  operasi pasar, untuk mengelola cadangan beras pemerintah, dan untuk mendistribusikan beras kepada konsumen melalui RASKIN (OECD 2012).

Langkah-langkah kebijakan perdagangan mencakup  baik langkah-langkah tarif maupun non-tarif.  Rata-rata  tarif impor  MFN  untuk  produk  pertanian pangan,  tidak termasuk minuman beralkohol,  rendah: berkisar pada tingkatan  5% pada tahun 2010. Beras dan gula termasuk tarif tertentu. Monopoli impor, persyaratan perizinan dan pembatasan untuk ekspor produk pertanian,    telah dihapus pada tahun 1997-98. Namun, pada tahun 2000-an, pembatasan kuantitatif untuk  impor  diberlakukan kembali, secara khusus untuk  beras, gula dan daging sapi. Persyaratan impor  yang diberlakukan  untuk keamanan pangan,  SPS  dan alasan-alasan  budaya, semakin  ketat. Sebuah rezim pajak ekspor variabel mulai dijalankan untuk minyak sawit mentah dan produk-produk  turunan, dan baru-baru  ini juga untuk kakao (OECD, 2012).

Pada tanggal 18 Oktober 2012, Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia menyetujui UU Pangan yang baru, yang setelah ditandatangani oleh Presiden diundangkan pada tanggal 17 November 2012. Undang-undang ini menggantikan  undang-undang  sebelumnya, yang disetujui pada tahun 1996. Ia memperkuat prinsip-prinsip kedaulatan pangan dan kemandirian pangan  sebagai pendekatan-pendekatan yang dominan  untuk pasokan/keamanan  pangan. Sejalan dengan itu, undang-undang ini mengandung ketentuan yang membatasi impor  dan ekspor makanan pokok  , dan mendirikan otoritas makanan baru untuk menjamin persediaan pangan yang cukup. Secara khusus, Pasal 34 yang menyatakan bahwa "ekspor pangan negara hanya dapat dilakukan setelah  kebutuhan-kebutuhan Cadangan Pangan Nasional dan kebutuhan konsumsi pangan  dipenuhi". Pasal 36 menetapkan bahwa "impor pangan hanya dapat diterapkan jika produksi pangan domestik tidak cukup dan / atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri". Pada gilirannya, Pasal 126-128 memberi peluang untuk menciptakan ‘institusi pemerintah’ baru yang menjamin pasokan pangan, dengan tugas untuk menerapkan perintah pemerintah berkaitan dengan "produksi, pengadaan, penyimpanan dan / atau distribusi makanan pokok dan makanan lainnya yang telah ditentukan oleh pemerintah". Lembaga ini akan melapor langsung kepada Presiden. Lembaga utama ini harus dibentuk dan semua peraturan untuk penerapan UU Pangan harus ditetapkan paling lambat tiga tahun setelah diberlakukannya undang-undang ini (Deptan, 2013).  

Untuk melindungi konsumen miskin, pada tahun 2012 BULOG mendistribusikan dalam sistem RASKIN secara total 3,4 juta ton beras untuk 17,5 juta keluarga miskin,  di mana sekitar 65% di antaranya tinggal di daerah pedesaan (GAIN, ID1308 dan  OECD, 2012). Setiap keluarga menerima 15 kg beras per bulan dengan harga Rp 1.600/kg; berarti kurang dari sepertiga dari harga pembelian minimum,  diukur pada tingkat pengolahan  yang sama. Untuk mendukung  sistem  ini dibutuhkan alokasi anggaran yang besar. Biaya  total anggaran meningkat lebih dari sepertiga menjadi Rp 20,9 triliun (USD 2,2 miliar) pada tahun 2012 dan lebih besar dari jumlah  total  alokasi untuk  tunjangan petani dan pertanian pada umumnya (Deptan, 2013). Untuk memastikan bahwa pasokan beras cukup, termasuk untuk distribusi melalui RASKIN, di bulan September 2012 BULOG menandatangani nota kesepahaman (MOU) untuk mengimpor 1,5 juta ton beras per tahun dari Vietnam; jika perlu hingga tahun 2017. MOU lebih lanjut akan diupayakan dengan Thailand, Laos, Kamboja dan Myanmar. 

Produksi dan perdagangan gula tetap diatur secara ketat oleh pemerintah. Importir gula terdaftar harus membayar para petani tebu harga yang ditetapkan pemerintah sebagai syarat untuk mendapatkan izin istimewa mereka sebagai pengimpor gula. Tahun 2011 mereka diwajibkan untuk menunjang harga gula andaikata harganya jatuh di bawah Rp 7.000/kg (USD 799/ton) pada tingkat petani. Untuk tahun 2012, harga minimum dinaikkan menjadi Rp 8.100/kg (USD 866/ton). Untuk melindungi tingginya harga minimum, satu bulan sebelum musim giling, selama musim giling, dan dua bulan setelah musim giling impor gula dilarang. 

Sejalan dengan target swasembada untuk kedelai, dalam bulan Mei 2013 Keputusan Presiden Nomor 32 memberi mandat kepada BULOG untuk membeli dan mendistribusikan kedelai untuk menstabilkan harga kedelai. Berdasarkan SK tersebut, Kementrian Perdagangan (Deperdag)  ditugaskan  untuk menyiapkan keputusan menteri yang akan menetapkan  harga pembelian kedelai dan mekanisme intervensi yang sesuai. BULOG akan diberi mandat untuk mengelola saham domestik kedelai, untuk membeli kedelai dengan harga minimum dan untuk menjual dan mendistribusikan kedelai kepada koperasi tempe  kedelai dan produsen tahu (Deptan, 2013). 

Subsidi pupuk  tetap merupakan program  utama  yang dipakai pemerintah untuk memberikan dukungan anggaran kepada sektor pertanian. Subsidi dibayarkan kepada produsen pupuk yang wajib menjual pupuk dengan harga yang disubsidi kepada petani yang memenuhi syarat - mereka yang bertani atas lahan kurang dari 2 ha. Pada tahun 2000-an, nilai subsidi ini meningkat secara dramatis berkat keputusan untuk mempertahankan subsidi pupuk pada tingkatan yang sama meskipun biaya produksi pupuk meningkat, tetapi lalu menurun diahun 2010-12. Pada tahun 2012 nilai subsidi ini sebesar Rp 14,0 triliun (USD 1,5 miliar), 15% di bawah tahun 2011 dan seperempat lebih sedikit dari rekor pada tahun 2009, tapi masih tetap merupakan 40% dari total pengeluaran anggaran yang disediakan untuk mendukung bidang pertanian (baik pada tingkat petani maupun sektor. 

Subsidi benih merupakan arus  transfer anggaran ke sektor pertanian  kedua terpenting. Petani-petani beras, jagung, kedelai dan gula adalah penerima bantuan utama, tetapi beberapa subsidi semacam ini juga disediakan untuk para produsen kopi, karet alam, minyak sawit dan pisang. Mereka dapat membeli bibit dengan harga yang disubsidi, mengajukan permohonan alokasi benih gratis  setiap tahun  dan menerima benih dalam  hal terjadinya bencana alam. Total nilai subsidi ini tertinggi pada tahun 2010, tetapi sejak itu menurun  dengan  hampir seperlima dan mencapai nilai sebesar Rp 1,3 triliun (USD 135 juta) pada tahun 2012.

Petani dapat mengakses kredit istimewa dengan suku bunga 5-7 persen di bawah suku bunga pasaran. Namun, fasilitas subsidi suku bunga belum sepenuhnya digunakan oleh para petani karena adanya kendala dalam mendapat persetujuan dari lembaga kreditor. Kesulitan utama masih tetap kurangnya jaminan karena tidak ada hak milik atas tanah. Untuk memecahkan masalah ini, dalam tahun 2005  telah diperkenalkan suatu pola jaminan kredit. Sejak 2008, suatu pola finansial pedesaan langsung mengalirkan dana kepada kelompok perhimpunan petani sebagai uang bibit yang bisa mereka pinjamkan kepada anggota-anggota mereka berdasarkan pola kredit mikro.  Dalam tahun 2012, total alokasi anggaran untuk berbagai program untuk mempermudah akses para petani ke kredit berjumlah Rp 584 miliar (USD 62 juta), hampir sepertiga lebih dari tahun 2011.  

Di antara bentuk-bentuk lain dari subsidi input, yang paling penting adalah bantuan yang diberikan  kepada para produsen tanaman panen  untuk mengurangi  kerugian pasca panen dan meningkatkan hasil panen. Pada 2012, total alokasi untuk program ini berjumlah Rp 260 miliar (USD 28 juta), dan kira-kira tiga perempat jumlah ini mengalir ke produsen beras. Irigasi menghabiskan sebagian besar dari tunjangan pemerintah untuk infrastruktur pertanian. Sebagai anggota Asosiasi Pengguna Air (APA), petani seharusnya membayar untuk biaya operasional, pemeliharaan dan rehabilitasi sistem lokal (tersier) yang menyuplai mereka dengan air. Petani tidak dikenakan biaya untuk penyaluran air dari sumber ke sistem tersier melalui saluran primer dan sekunder, yang berada di bawah tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Pengeluaran pemerintah telah meningkat selama tahun 2000-an, termasuk pembiayaan untuk membantu WUA dalam merehabilitasi saluran irigasi pada tingkatan petani, namun  Kementrian  Pekerjaan Umum menilai bahwa karena  tidak adanya  pendanaan yang memadai,  hanya 54% dari sistem irigasi di Indonesia kondisinya baik,  sisanya rusak dan membutuhkan rehabilitasi (OECD, 2012). 

Pembatasan kuantitatif untuk impor daging sapi  diberlakukan sebagai bagian dari serangkaian langkah untuk mencapai swasembada daging sapi pada 2014. Kuota untuk ternak hidup ini ditetapkan  setiap tahun dan, secara terpisah, untuk daging sapi dalam kotak dan didasarkan pada estimasi bandingan pasokan domestik dengan  kebutuhan. Kuota tersebut dialokasikan oleh Kementrian Perdagangan kepada importir dalam dua tahapan enam bulan: 1 Januari - 30 Juni dan 1 Juli - 31 Desember, berdasarkan volume historis. Kuota untuk ternak hidup  secara sistematis telah  dikurangi  dari 401.000 kepala di  tahun 2011 menjadi  283.000 pada  tahun 2012,  dan 267.000 pada tahun 2013. Untuk daging sapi kotak, kuota juga telah berkurang dari 100.000 ton pada 2011 menjadi 34.000 tahun 2012 dan 32.000 pada tahun 2013. Di hitung dalam berat, total kuota berkurang dengan lebih dari 172.000 ton pada tahun 2011 menjadi - sesuai rencana -  80.000 dalam tahun 2013 (Deptan, 2013). 

Persyaratan impor untuk keamanan pangan, karantina, pembakuan dan pembubuhan etiket, termasuk sertifikasi halal, menjadi lebih ketat. Impor pangan olahan mengharuskan baik registrasi produk maupun izin impor dari Departemen Kesehatan. Demikian pula impor produk hewani harus dengan persetujuan impor Deptan, disertai sertifikat halal dan berasal dari fasilitas pengolahan yang telah diperiksa oleh Deptan. 

Izin ekspor  dibutuhkan untuk setiap  angkutan  hewan dari jenis sapi  tertentu, beras,kacang-kacangan sawit dan biji-bijian, dan pupuk urea. Hal ini dilakukan untuk menjamin agar pasokan produk ini cukup untuk pasar domestik. Sebaliknya ekspor dari beberapa produkpertanian tertentu diatur untuk memaksimalkan keuntungan di pasar: ekspor kopi dan karet dikendalikan dan menjadi bagian dari kesepakatan antar pemerintah, sedangkan pisang dan nanas (ke Jepang), dan ubi kayu (untuk Uni Eropa) diatur untuk memaksimalkan keuntungan yang bisa diperoleh di bawah aturan akses pasaran spesifik untuk negara-negara tertentu. 

Indonesia menjadi anggota dari Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC), dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan berpartisipasi dalam liberalisasi perdagangan antar anggota ASEAN dan mitra dagang utama mereka di wilayah tersebut, termasuk China , Jepang, India, Korea, Australia dan Selandia Baru. Perjanjian dengan Australia dan Selandia Baru bagi Indonesia mulai berlaku pada bulan Januari 2012.  Dan  pada tahun 2012 Indonesia  juga  menandatangani Preferential Trade Agreement  bilateral dengan Pakistan. Sebuah perjanjian liberalisasi perdagangan antara ASEAN dan Uni Eropa masih dalam tahap negosiasi. Perjanjian ini memuat ketentuan yang memungkinkan produk-produk sensitif untuk dikeluarkan dari komitmen penurunan tarif atau diberi jangka waktu yang lebih lama untuk  penerapannya, sehingga dampaknya terhadap perdagangan agrobisnis pangan terbatas (OECD, 2012). 

Sumber utama tulisan: 

Tentang Kami

Written By trihanifa on Friday, 1 November 2013 | 11:21 pm

Ini adalah website yang menyajikan informasi berkaitan dengan manajemen agribisnis yang dikelola oleh mahasiswa Magister Manajemen Agribisnis UGM. Kami berharap di masa yang akan datang website ini menjadi referensi utama bagi informasi perkembangan agribisnis di Indonesia. Siapapun dapat berkontribusi untuk menjadi penulis di website ini. Setiap penulis akan kami tampilkan profilnya di website ini. Adapun syarat tulisan yang dapat dimuat di website ini adalah :
  1. tulisan dibuat dengan tema ekonomi, agribisnis (pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, kehutanan, dll), manajemen (dalam arti luas), sosial ekonomi, dan research and development di bidang agribisnis. 
  2. tulisan dapat berbentuk opini, essai, resume bahan kuliah, jurnal atau artikel ilmiah baik yang pernah dimuat di media massa ataupun tidak.
  3. bagi yang tulisannya pernah dimuat di media massa mohon mencantumkan nama media massa lengkap dengan tanggal dan edisi terbit.
  4. setiap tulisan wajib disertakan profil penulis (minimal nama dan asal instansi) dan foto aktivitas (bukan pas photo) jika perlu.
  5. tulisan dikirim dalam bentuk .doc (microsoft word) ke manajemen.agribisnis@gmail.com dengan subyek nama penulis_judul_asal instansi, misalnya: tri hanifawati_enterpreneur agribisnis_ugm. 
Kami tidak menyediakan imbalan apapun bagi yang tulisannya dimuat di website ini, hanya saja ide-ide anda yang dimuat di website ini tentu akan memberikan sumbangsih yang sangat besar bagi pengembangan IPTEK secara khusus dan kemajuan ekonomi Indonesia secara umum terutama di bidang pengembangan Agribisnis.


MP3EI an Overview

Written By trihanifa on Saturday, 5 October 2013 | 4:50 pm

Dalam rangka mewujdukan visi sebagai negara maju dan sejahtera pada tahun 2025, Indonesia bertekad untuk mempercepat transpormasi ekonomi. Untuk mewujudkan hal tersebut maka disusun Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang mengedapnkan pendekatan not business as usual, artinya bahwa percepatan peningkatan ekonomi tidak hanya melibatkan pemerinath namun melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan terfokus pada prioritas yang konkrit dan terukur. Namun demikian, MP3EI tetap merupakan bagian yang integral dalam sistem perencanaan pembangunan nasional yang telah ada. 

Pembangunan Indonesia tidak lepas dari posisi Indonesia dalam dinamika regional dan global. Secara geografis Indonesia terletak di jantung pertumbuhan ekonomi dunia. Kawasan Timur Asia memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang jauh di atas rata-rata kawasan lain di dunia (lihat Gambar 1.2). Ketika tren jangka panjang (1970 – 2000) pertumbuhan ekonomi dunia mengalami penurunan, tren pertumbuhan ekonomi kawasan Timur Asia menunjukkan peningkatan. Di Asia Tenggara, Indonesia adalah negara dengan luas kawasan terbesar, penduduk terbanyak dan sumber daya alam terkaya. Hal tersebut menempatkan Indonesia sebagai kekuatan utama negara-negara di Asia Tenggara. Di sisi lain, konsekuensi dari akan diimplementasikannya komunitas ekonomi ASEAN dan terdapatnya Asean – China Free Trade Area (ACFTA) mengharuskan Indonesia meningkatkan daya saingnya guna mendapatkan manfaat nyata dari adanya integrasi ekonomi tersebut. Oleh karena itu, percepatan transformasi ekonomi yang dirumuskan dalam MP3EI ini menjadi sangat penting dalam rangka memberikan daya dorong dan daya angkat bagi daya saing Indonesia. Dengan melihat dinamika global yang terjadi serta memperhatikan potensi dan peluang keunggulan geografi dan sumber daya yang ada di Indonesia, serta mempertimbangkan prinsip pembangunan yang berkelanjutan, dalam kerangka MP3EI, Indonesia perlu memposisikan dirinya sebagai basis ketahanan pangan dunia, pusat pengolahan produk pertanian, perkebunan, perikanan, dan sumber daya mineral serta pusat mobilitas logistik global. 

Percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia didukung oleh potensi demograf, kekayaan sumber daya alam serta posisi geografs Indonesia. Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk ke-4 terbesar di dunia. Penduduk yang besar dengan daya beli yang terus meningkat adalah pasar yang potensial, sementara itu jumlah penduduk yang besar dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang terus membaik adalah potensi daya saing yang luar biasa. Indonesia tengah berada dalam periode transisi struktur penduduk usia produktf. Pada kurun waktu 2020 – 2030, penurunan indeks (rato) ketergantungan Indonesia (yang sudah berlangsung sejak tahun 1970) akan mencapai angka terendah. Implikasi pentng dari kondisi ini adalah semakin pentngnya penyediaan lapangan kerja agar perekonomian dapat memanfaatkan secara maksimal besarnya porsi penduduk usia produktf. Lebih pentng lagi, bila tngkat pendidikan secara umum diasumsikan terus membaik, produktvitas perekonomian negara ini sesungguhnya dalam kondisi premium, dimana hal tersebut akan sangat bermanfaat untuk tujuan percepatan maupun perluasan pembangunan ekonomi.

Dilihat dari potensi sumber daya alam, Indonesia adalah negara yang kaya dengan potensi sumber daya alam, baik yang terbarukan (hasil bumi) maupun yang tdak terbarukan (hasil tambang dan mineral). Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia harus dapat dikelola seoptmal mungkin, dengan meningkatkan industri pengolahan yang memberikan nilai tambah tnggi dan mengurangi ekspor bahan mentah. Di bawah ini merupakan gambaran potensi kekayaan alam Indonesia:

Dilihat dari sisi geografis, Indonesia memiliki wilayah dengan panjang mencapai 5.200 km dan lebar mencapai 1.870 km. Lokasi geografsnya juga sangat strategis (memiliki akses langsung ke pasar terbesar di dunia) karena Indonesia dilewat oleh satu Sea Lane of Communicaton (SLoC), yaitu Selat Malaka, di mana jalur ini menempat peringkat pertama dalam jalur pelayaran kontainer global. Berdasarkan data United Natons Environmental Programme (UNEP, 2009) terdapat 64 wilayah perairan 
Large Marine Ecosystem (LME) di seluruh dunia yang disusun berdasarkan tngkat kesuburan, produktvitas, dan pengaruh perubahan iklim terhadap masing-masing LME.  Indonesia memiliki akses langsung kepada 6 (enam) wilayah LME yang mempunyai potensi kelautan dan perikanan yang cukup besar, yaitu: LME 34 – Teluk Bengala; LME 36 – Laut Cina Selatan; LME 37 – Sulu Celebes; LME 38 – Laut-laut Indonesia; LME 39 – Arafura – Gulf Carpentaria; LME 45 – Laut Australia Utara. Sehingga, peluang Indonesia untuk mengembangkan industri perikanan tangkap sangat besar.


Walaupun potensi di atas merupakan keunggulan negara Indonesia, namun keunggulan tersebut tidak akan terwujud dengan sendirinya. Sejumlah tantangan harus dihadapi untuk merealisasikan keunggulan tersebut, yakni perbaikan struktur ekonomi yang selama ini masih terfokus pada pertanian dan insustri yang menghasilkan dan mengekstraksi hasil alam. Tantangan lain adalah belum mendukungnya infrastruktur untuk mendukung aktivitas ekonomi. Yang harus mendapatkan perhatian utama adalah infrastruktur yang mendorong konektivitas antar wilayah sehingga dapat mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi Indonesia. Tantangan lain yakni kualitas sumber daya manusia dimana 50% tenaga kerja Indonesia saat ini masih berpendidikan sekolah dasar dan hanya sekitar 5% saja yang berpendidikan diploma/sarjana. Kualitas SDM ini sangat terkait dengan kualitas sarana pendidikan, kesehatan, dan akses ke infrastruktur dasar. Indonesia juga sedang menghadapi urbanisasi yang sangat cepat. Jika pada tahun 2010 sebanyak 53 persen penduduk Indonesia tnggal di kawasan perkotaan, maka BPS memprediksi bahwa pada tahun 2025 penduduk di kawasan perkotaan akan mencapai 65 persen. Implikasi langsung yang harus diantsipasi akibat urbanisasi adalah terjadinya peningkatan pada pola pergerakan, berubahnya pola konsumsi dan struktur produksi yang berdampak pada struktur ketenagakerjaan, meningkatnya konfik penggunaan lahan, dan meningkatnya kebutuhan dukungan infrastruktur yang handal untuk mendukung distribusi barang dan jasa. Sebagai negara kepulauan, Indonesia juga menghadapi tantangan akibat perubahan iklim global. Beberapa indikator perubahan iklim yang berdampak signifkan terhadap berlangsungnya kehidupan manusia adalah: kenaikan permukaan air laut, kenaikan temperatur udara, perubahan curah hujan, dan frekuensi perubahan iklim yang ekstrem. Demikian pula, pengaruh kombinasi peningkatan suhu rata-rata wilayah, tngkat presipitasi wilayah, intensitas kemarau/banjir, dan akses ke air bersih, menjadi tantangan bagi percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia.

Dengan seluruh potensi dan tantangan yang telah diuraikan di atas, Indonesia membutuhkan percepatan 
transformasi ekonomi agar kesejahteraan bagi seluruh masyarakat dapat diwujudkan lebih dini. Perwujudan itulah yang akan diupayakan melalui langkah-langkah percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia. Untuk itu dibutuhkan perubahan pola pikir (mindset) yang didasari oleh semangat “Not Business  As Usual”.


Perubahan pola pikir paling mendasar adalah pemahaman bahwa pembangunan ekonomi membutuhkan 
kolaborasi bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan Swasta (dalam semangat Indonesia Incorporated). Perlu dipahami juga kemampuan pemerintah melalui ABPN dan APBD dalam pembiayaan pembangunan sangat terbatas. Di sisi lain, semakin maju perekonomian suatu negara, maka semakin kecil pula proporsi anggaran pemerintah dalam pembangunan ekonomi. Dinamika ekonomi suatu negara pada akhirnya akan tergantung pada dunia usaha yang mencakup BUMN, BUMD, dan swasta domestik dan asing.

sumber: Draft MP3EI Kementrian Keuangan, 2011.

Job Costing


Technology and Business Incubator an Overview

Written By trihanifa on Monday, 30 September 2013 | 1:14 am


Kata inkubator diadospi dari kata inkubator yang digunakan untuk merawat bayi prematur. Menurut Midland Bank (2006) dalam Yovita (2012) inkubator dibedakan menjadi 4 jenis, yakni Technopoles Incubator biasanya melibatkan perguruan tinggi, lembaga riset dan lembaga lainnya dalam menumbuhkan perekonomian regional. Sector spesific incubator, diarahkan pada optimalisasi sumberdaya lokal untuk mengembangkan usaha baru dalam sektor tertentu atau mengarah pada pembentukan klaster-klaster usaha. General incubator, lebih terfokus pada upaya mengembangkan bisnis secara umum, dan Buiding incubator, yang bertujuan menciptakan peluang bisnis melalui pemanfaatan tim manajemen yang akan mengelola dan mengembangkan bisnis tersebut. Inkubator bisnis dan teknologi diarahkan pada upaya untuk menumbuhkan ekonomi berbasis riset (inovasi teknologi). 

Mahnke (2010) dalam Yovita (2012) menjelaskan bahwa dalam konteks pembangunan ekonomi, inkubator bisnis dan teknologi merupakan alat pengambangan ekonomi yang dirancang untuk membantu pembentukan dan penumbuhan perusahaan-perusahaan baru di masyarakat, suatu gedung, atau wilayah khusus. Inkubator menyediakan layanan, ruangan sewa yang fleksibel, peralatan, dan pelayanan dalam suatu kerja yang terpimpin. Sedangkan Jamaran (2009) dalam Yovita (2012) menyebutkan bahwa peranan inkubator dalam pertumbuhan ekonomi adalah memfasilitasi penerapan inovasi pada industri terkait sehingga berdaya saing dan berhasil guna. Inkubator juga dapat dijadikan jembatan interaksi antara sumber inovasi (komunitas lembaga riset) dengan pengguna (pengusaha) dalam pengembangan inovasi lebih lanjut. 

Model input dan output pada proses inkubator bisnis dan teknologi digambarkan sebagai berikut:
Input yang dibutuhkan untuk membentuk sebuah inkubator bisnis dan teknologi adalah sumber keuangan (finance), dukungan stakeholder, skill manajemen, dan project usaha yang berorientasi pada target pasar. Selanjutnya agar usaha yang dikembangkan oleh sebuah inkubator berjalan sustainable maka diperlukan sebuah proses agar perusahaan tersebut dapat mempertahankan dan mengembangkan diri terutama di fase start-up. Proses yang dijalankan antara lain pelatihan, bimbingan manajemen bisnis, support keuangan, dan transfer teknologi. Disamping itu inkubator bisnis dan teknologi juga membantu dalam membangun jaringan dan physical space. Dengan pendampingan yang intensif ini diharapkan perusahaan dapat mandiri, berdaya saing, dan bernilai guna. 

Sebagai bentuk aktivitas bisnis yang lebih memprioritaskan pada usaha kecil dan menengah, inkubator bisnis dan teknologi tentunya memiliki peluang besar untuk menghasilkan lapangan pekerjaan yang luas. Sejarah telah mencatat bahwa perkembangan ekonomi negara-negara maju seperti Amerika Serikat perekonomiannya meningkat karena adanya inkubator bisnis, dimana 99% usaha kecil menengah yang ada di Amerika rata-rata dibentuk oleh inkubator bisnis.

Sumber:
Yovita Anggita Dewi. (2012). Inovasi Spesifik Lokasi untuk Inkubator Bisnis dan Teknologi Mendukung Pengmbangan Ekonomi Lokal. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian vol. 10 No. 4 Desember 2012: 299-312. 

Rustam Lalkaka. (2003). Technology Business Incubation: Role, Performance, Linkages, Trends. Isfahan, Iran, Science and Technology Town. National Workshop on Technology Parks and Business Incubators. 

Agroteknologi


 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Agribisnis Indonesia - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger